Referensi Peraturan :
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2018 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak Dan Gas Bumi, Tanggal 21 Februari 2018.
Legalitas.co.di | Pada tanggal 21 Februari 2018, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi untuk menggantikan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Memutuskan, dan menetapkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2018 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak Dan Gas Bumi, Tanggal 21 Februari 2018.
Dan pada Ketentuan Penutup Pasa 21 juga disebutkan Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dengan adanya peraturan ini, efektif per 1 Maret 2018 Dirjen Migas tidak lagi menerbitkan Izin dalam bentuk SKT Migas dan mengganti menjadi Izin Surat Kemampuan Usaha Penunjang (SKUP) Migas yang sistem pengajuan permohonanya dengan cara Manual (offline).
Masih dalam peraturan ini disebutkan, yang dapat menjadi Pelaksana Kegiatan Usaha Penunjang Migas adalah Badan Usaha Perusahaan atau Perseorangan. Perusahaan yang dimaksud adalah Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Modal Asing (PMA).
Perusahaan adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Swasta yang berbadan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang Usaha Penunjang Migas.
Sedangkan Perseorangan yang dimaksud adalah orang perseorangan, perseroan komanditer, dan Firma yang mempunyai keahlian tertentu untuk memberikan pelayanan Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas. Baca juga : Urus Izin Usaha SKUP Migas
Peraturan Menteri ini juga mengatur jenis-jenis Klasifikasi Kegiatan Usaha Penunjang Migas, berikut ini daftar klasifikasi (Pasal 5) yaitu :
Pasal 6 (1) Usaha Jasa Konstruksi Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas:
(2) Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
(3) Usaha Industri Penunjang Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas :
Pasal 7 (1) Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Perusahaan Enjiniring.
(2) Persyaratan Perusahaan Enjiniring meliputi:
Izin SKUP MIGAS
Pasal 9 ( 1 ) Untuk pembinaan dan peningkatan kemampuan Usaha Penunjang Migas, Direktur Jenderal menerbitkan SKUP Migas terhadap Perusahaan atau perseorangan.
Pasal 11 (2) SKUP Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat peringkat untuk setiap klasifikasi Usaha Penunjang Migas sebagai berikut:
A. Untuk kemampuan Usaha Jasa Konstruksi didasarkan pada:
1. Status usaha dan financial, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh) meliputi :
a) legalitas pendirian perusahaan;
b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;
c) legalitas pajak;
d) laporan keuangan; dan
e) legalitas status usaha;
2. Kemampuan/kapasitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 40 (empat puluh), meliputi :
a) kepemilikan alat dan/atau perangkat lunak;
b) status dan kualifikasi tenaga kerja; dan
c) spesifikasi/standar mutu produk dan/atau kemampuan manajemen proyek;
3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal 20 (dua puluh), meliputi pengalaman perusahaan dan pengalaman personil;
4. Sistem manajemen mutu, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi standar dan sertifikasi manajemen mutu;
5. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan hidup, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi:
a) standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan
b) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
6. Jaringan rantai suplai, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup lokal, nasional dan internasional; dan
7. Kualitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi kualitas jasa dan layanan purna jual.
B. Untuk kemampuan Usaha Jasa Nonkonstruksi didasarkan pada :
1.Status usaha dan financial,dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh) meliputi :
a) legalitas pendirian perusahaan;
b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;
c) legalitas pajak;
d) laporan keuangan; dan
e) legalitas status usaha;
2. Kemampuan/kapasitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 40 (empat puluh), meliputi :
a) kepemilikan alat; dan
b) status dan kualifikasi tenaga kerja;
3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal20 (dua puluh), meliputi pengalaman perusahaan dan pengalaman personil;
4. Sistem manajemen mutu, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi standar dan sertifikasi manajemen mutu.
5. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan hidup, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi :
a) Standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan
b) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
6. Jaringan rantai suplai, dengan bobot. Nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup lokal, nasional dan internasional; dan
7. Kualitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima),meliputi kualitas jasa dan layanan puma jual.
C. Untuk kemampuan Usaha Industri Penunjang Migas didasarkan pada:
a) legalitas pendirian perusahaan;
b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;
c) legalitas pajak,
d) laporan keuangan; dan
e) legalitas status usaha;
2. Kemampuan/kapasitas produksi, dengan bobot nilai maksimal 30 (tiga puluh), meliputi:
a) fasilitas produksi dan pendukung;
b) kepemilikan alat produksi;
c) kepemilikan alat uji; dan
d) status dan kualifikasi tenaga kerja;
3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal 15 (limabelas);
4. Spesifikasi/standar mutu produk, dengan bobot nilai maksimal 15 (lima belas), meliputi standar dan sertifikasi produk;
5. Penerapan sistem manajemen, dengan bobot nilai maksimal20 (dua puluh), meliputi :
a) standar dan sertifikasi manajemen mutu
b) standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan
c) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
6. Jaringan pemasaran, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup pemasaran lokal, nasional dan internasional; dan.
7. Jaringan purna jual, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi jaminan kualitas produk dan layanan purna jual.
Pada Pasal 20 BAB VI di Peraturan Menteri ini diatur tentang Ketentuan Peralihan. Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri tersebut, maka sangat penting untuk perusahaan yang berkaitan dengan izin usaha ini untuk memperbaharui perizinan usahanya menyesuaikan Peraturan ini.
Kesulitan atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan sendiri pengurusan izin usaha anda, silahkan hubungi Tim Legal kami. (TIM)
About the author