Hubung Kami :

0819-1100-0310

E-mail :

admin@legalitas.co.id

Author: LEGALITAS

Urusan Legalitas Usaha Kamu Menjadi Lebih Mudah !

Sederhanakan Perizinan Koperasi, Pemerintah Terbitkan Permenkop 9 Tahun 2018

Jun 16, 2019 by LEGALITAS

Dalam rangka penyelenggaraan dan pembinaan kegiatan usaha koperasi serta melindungi dan menyederhanakan perizinan pendirian badan hukum koperasi, Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Baru yaitu PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2018 tentang PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN PERKOPERASIAN.

Peraturan yang resmi di undangkan pada 02 Juli 2018 ini terdiri dari 168 Pasal.

Dikutip dari peraturan tersebut, dalam Bab I Pasal 1 ketentuan umum dijelaskan sebagai berikut :

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.
5. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
6. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.
7. Dewan Pengawas Syariah adalah Dewan yang dipilih melalui keputusan Rapat Anggota yang menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengawas syariah.

8. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
9. Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota, yang tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
10. Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, yang tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
11. Dana Cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan hasil usaha setelah pajak yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
12. Hibah adalah pemberian dengan sukarela dengan mengalihkan hak atas uang dan/atau barang kepada koperasi.
13. Sisa Hasil Usaha yang selanjutnya disingkat SHU adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
14. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan;
15. Standar Akuntansi Keuangan adalah pedoman sistem pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi yang baku.
16. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya.
17. Obligasi Koperasi adalah instrumen utang dalam bentuk surat berharga yang digunakan untuk keperluan pembiayaan Investasi dalam rangka pengembangan dan/atau restrukturisasi usaha, yang diterbitkan oleh Koperasi.
18. Surat Utang Koperasi yang selanjutnya disingkat SUK adalah surat utang yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai suatu usaha yang dilaksanakan oleh Koperasi atau bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki potensi memberikan hasil yang berkelanjutan.
19. Prospektus adalah keterangan tertulis dan terperinci mengenai kegiatan baru perusahaan atau organisasi yang disebarluaskan kepada umum.
20. Akta Pendirian Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam rangka pembentukan koperasi dan memuat anggaran dasar koperasi.
21. Anggaran Dasar Koperasi adalah aturan dasar tertulis yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 8 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
22. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh anggota koperasi dalam rangka perubahan anggaran dasar suatu koperasi yang berisi pernyataan dari para anggota koperasi atau kuasanya yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat anggota perubahan anggaran dasar untuk menandatangani perubahan anggaran dasar.
23. Notaris Pembuat Akta Koperasi yang selanjutnya disingkat NPAK adalah Notaris yang telah ditetapkan atau terdaftar sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

24. Pendiri adalah orang-orang atau beberapa koperasi yang memenuhi persyaratan keanggotaan dan menyatakan diri menjadi anggota serta hadir dalam rapat pendirian koperasi.
25. Kuasa Pendiri adalah beberapa orang, diantara para pendiri yang diberi kuasa oleh para pendiri untuk menandatangani akta pendirian dan mengurus permohonan pengesahan akta pendirian koperasi.
26. Sistem Administrasi Badan Hukum Koperasi yang selanjutnya disingkat SISMINBHKOP adalah perangkat pelayanan jasa teknologi informasi Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran Dasar secara elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri.
27. Pemohon adalah Pendiri atau Pengurus Koperasi yang secara bersama-sama telah memberikan kuasa kepada kuasa pendiri atau Notaris Pembuat Akta Koperasi untuk mengajukan permohonan pengesahan Akta Pendirian dan Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi melalui SISMINBHKOP.
28. Format Isian adalah bentuk formulir pengisian data yang dilakukan secara elektronik yang berisi data permohonan pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi, termasuk izin usaha simpan pinjam, izin pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas untuk koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam koperasi.
29. Berita Acara rapat adalah catatan hasil rapat yang paling sedikit memuat informasi tentang hari/tanggal, tempat, kuorum kehadiran, agenda rapat, pembahasan terhadap agenda rapat, dan keputusan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat, sekretaris rapat dan salah seorang peserta rapat.
30. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua atau lebih badan hukum koperasi untuk menjadi satu badan hukum koperasi berdasarkan peraturan perundang-undangan.

31. Pembagian adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum koperasi untuk memisahkan satu atau beberapa unit usaha menjadi badan hukum koperasi baru berdasarkan peraturan perundang-undangan.
32. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua koperasi atau lebih badan hukum koperasi untuk menjadi satu badan hukum koperasi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
33. Pembubaran adalah proses hapusnya badan hukum koperasi yang dapat diputuskan oleh rapat anggota koperasi atau putusan pemerintah.
34. Modal Disetor adalah modal yang disetorkan oleh para pendiri pada saat pendirian koperasi.
35. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.
36. Koperasi Produsen adalah Koperasi yang menjalankan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan masyarakat.
37. Koperasi Konsumen adalah Koperasi yang menjalankan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan masyarakat.
38. Koperasi Jasa adalah Koperasi yang menjalankan usaha pelayanan jasa yang diperlukan oleh Anggota dan masyarakat.
39. Unit Usaha Otonom yang selanjutnya disingkat UUO adalah bagian yang tidak terpisahkan dari koperasi, yang dikelola secara otonom, yang mempunyai pengelola, adminsitrasi dan neraca keuangan, administrasi usaha, anggaran rumah tangga tersendiri
40. Tempat Pelayanan Koperasi yang selanjutnya disingkat TPK adalah suatu unit layanan, yang secara fisik keberadaannya dekat dengan domisili anggota, berfungsi untuk mengoptimalkan pelayanan usaha koperasi kepada anggota dan masyarakat.

41. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita dan tujuan koperasi.
42. Organisasi Perangkat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dinas, adalah perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan Provinsi/Kabupaten/Kota di bidang koperasi.
43. Hari adalah hari kalender.
44. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
45. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang ditetapkan oleh Menteri, untuk dan atas nama Menteri untuk mengesahkan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi.

Dalam BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 166 disebutkan sebagai berikut :

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi;
b. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 22/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Koperasi Skala Besar;
c. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 20/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Penerapan Akuntabilitas Koperasi;
d. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 25/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Revitalisasi Koperasi;
e. Peraturan Menteri Nomor 23/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Penilaian Indeks Pembangunan Koperasi;
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 167
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua Peraturan Menteri yang mengatur atau berkaitan dengan pembinaan perkoperasian dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.

PP 24 Tahun 2018, Pelaku Usaha Wajib Daftar Nomor Induk Berusaha (NIB)

Oct 24, 2018 by LEGALITAS

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atauOnline Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS maka setiap pelaku usaha baik perorangan maupun non perorangan yang melakukan usaha wajib melakukan pendaftaran atau memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) kepada Lembaga OSS selaku penerbit Perizinan Berusaha.

Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.

Untuk mendapatkan Nomor Identitas Berusaha (NIB) tersebut pelaku usaha cukup mendaftar atau mengajukan permohonan secara online dengan mengakses website di oss.go.id, dan pada saat melakukan pendaftar pemohon wajib mempersipakan sejumlah dokumen yaitu Akta Notaris perusahaan yang sudah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum da HAM RI (untuk jenis Badan Hukum PT), NPWP Perusahaan, KTP dan NPWP Pribadi penanggung jawab perusahaan.

Selain menyiapkan dokumen tersebut, hal yang paling penting dipastikan adalah NPWP Badan Usaha dan NPWP Pribadi penanggung jawab perusahaan harus dalam kondisi aktif atau tidak sedang diblokir oleh kantor pajak KPP penerbit NPWP.

Jika persyaratan tersebut sudah terpenuhi, maka permohonan NIB pada umumnya pasti akan disetujui dan diterbitkan oleh OSS. Dan dengan adanya NIB ini, para pelaku usaha sudah tidak perlu mengajukan izin usaha seperti SIUP, TDP, dan izin usaha lainnya lagi, karena dokumen-dokumen izin tersebut sudah disatukan dalam NIB. Cukup dengan NIB (Nomor Induk Berusaha) yang bisa diurus selama 30 menit.

(1) Pemohon Perizinan Berusaha terdiri atas :

a. Pelaku Usaha perseorangan; dan

b. Pelaku Usaha non perseorangan.

Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan orang perorangan penduduk Indonesia yang cakap untuk bertindak dan melakukan perbuatan hukum.

(3) Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

  1. perseroan terbatas;
  2. perusahaan umum;
  3. perusahaan umum daerah;
  4. badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara;
  5. badan layanan umum;
  6. lembaga penyiaran;
  7. badan usaha yang didirikan oleh yayasan;
  8. koperasi;
  9. persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap);
  10. persekutuan firma (venootschap onder firma); dan
  11. persekutuan perdata.

Pada lampiran PP No. 24 Tahun 2018 ini, sudah ada 39 jenis perizinan usaha baik Izin Usaha PMA maupun PMDN yang kewenangan penerbitannya telah dilimpahkan kepada lembaga OSS.

Demikianlah informasi sederhana mengenai pembuatan NIB (Nomor Induk Berusaha), semoga informasi yang kami sajikan ini bisa membantu Anda.


Anda membutuhkan jasa pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB)? Kami adalah ahlinya.

Kami merupakan perusahaan terpercaya di Jakarta yang sudah lama menyediakan jasa pengurusan perizinan usaha, dimulai dari pengurusan pendirian perusahaan, seperti Perseroan Terbatas (PT, PMA), CV, Firma, Yayasan maupun Koperasi, (termasuk juga pengurusan Nomor Induk Berusaha/NIB) dll..

Kami siap membantu Anda dalam mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan perizinan lainnya, biarkan kami yang bekerja untuk Anda.

Baca Ini, Aturan Baru Izin Usaha Penunjang SKUP Migas

Apr 7, 2018 by LEGALITAS

Referensi Peraturan :

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2018 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak Dan Gas Bumi, Tanggal 21 Februari 2018.

Pada tanggal 21 Februari 2018, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi untuk menggantikan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

  1. Bahwa untuk menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan mendorong berkembangnya potensi dan peranan nasional pada kegiatan usaha penunjang dalam kegiatan usaha minyak d m gas bumi, perlu mengatur kembali kegiatan usaha penunjang minyak dan gas bumi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Surnber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi,
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu rnenetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi.

Memutuskan, dan menetapkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2018 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak Dan Gas Bumi, Tanggal 21 Februari 2018.

Dan pada Ketentuan Penutup Pasa 21 juga disebutkan Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dengan adanya peraturan ini, efektif per 1 Maret 2018 Dirjen Migas tidak lagi menerbitkan Izin dalam bentuk SKT Migas dan mengganti menjadi Izin Surat Kemampuan Usaha Penunjang (SKUP) Migas yang sistem pengajuan permohonanya dengan cara Manual (offline).

Masih dalam peraturan ini disebutkan, yang dapat menjadi Pelaksana Kegiatan Usaha Penunjang Migas adalah Badan Usaha Perusahaan atau Perseorangan. Perusahaan yang dimaksud adalah Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Modal Asing (PMA).

Perusahaan adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Swasta yang berbadan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang Usaha Penunjang Migas.

Sedangkan Perseorangan yang dimaksud adalah orang perseorangan, perseroan komanditer, dan Firma yang mempunyai keahlian tertentu untuk memberikan pelayanan Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas.

Baca juga : Urus Izin Usaha SKUP Migas

Peraturan Menteri ini juga mengatur jenis-jenis Klasifikasi Kegiatan Usaha Penunjang Migas, berikut ini daftar klasifikasi (Pasal 5) yaitu :

  1. Usaha Jasa Konstruksi Migas;
  2. Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas; dan
  3. Usaha Industri Penunjang Migas.

Pasal 6 (1) Usaha Jasa Konstruksi Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas:

  1. Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi;
  2. Usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
  3. Usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi.

(2) Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:

  1. Jasa Geologi dan Geofisika;
  2. Jasa Pemboran;
  3. Jasa Inspeksi Teknis dan Pengujian Teknis;
  4. Jasa Pekerjaan Paska Operasi;
  5. Jasa Penelitian dan Pengembangan;
  6. Jasa Pengolahan Limbah;
  7. Jasa Penyewaan Pengangkutan; dan
  8. Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan.

(3) Usaha Industri Penunjang Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas :

  1. Industri Material, dan
  2. Industri Peralatan.

Pasal 7 (1) Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Perusahaan Enjiniring.

(2) Persyaratan Perusahaan Enjiniring meliputi:

  1. Perusahaan dalarn negeri atau perusahaan nasional yang pengendalian manajemennya berada pada warga negara Indonesia.
  2. Memiliki dan menerapkan sistem manajemen mutu , dan telah tersertifikasi oleh lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi;
  3. Memiliki tenaga ahli yang berkualifikasi dan/atau berkompetensi; dan
  4. Memiliki peralatan dan atau fasilitas berupa piranti lunak untuk pekerjaan penelaahan disain, analisis risiko atau penilaian perpanjangan umur layan.

Izin SKUP MIGAS

Pasal 9 ( 1 ) Untuk pembinaan dan peningkatan kemampuan Usaha Penunjang Migas, Direktur Jenderal menerbitkan SKUP Migas terhadap Perusahaan atau perseorangan.

Pasal 11 (2) SKUP Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat peringkat untuk setiap klasifikasi Usaha Penunjang Migas sebagai berikut:

A. Untuk kemampuan Usaha Jasa Konstruksi didasarkan pada:

1. Status usaha dan financial, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh) meliputi :

a) legalitas pendirian perusahaan;

b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;

c) legalitas pajak;

d) laporan keuangan; dan

e) legalitas status usaha;

2. Kemampuan/kapasitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 40 (empat puluh), meliputi :

a) kepemilikan alat dan/atau perangkat lunak;

b) status dan kualifikasi tenaga kerja; dan

c) spesifikasi/standar mutu produk dan/atau kemampuan manajemen proyek;

3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal 20 (dua puluh), meliputi pengalaman perusahaan dan pengalaman personil;

4. Sistem manajemen mutu, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi standar dan sertifikasi manajemen mutu;

5. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan hidup, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi:

a) standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan

b) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;

6. Jaringan rantai suplai, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup lokal, nasional dan internasional; dan

7. Kualitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi kualitas jasa dan layanan purna jual.

B. Untuk kemampuan Usaha Jasa Nonkonstruksi didasarkan pada :

1.Status usaha dan financial,dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh) meliputi :

a) legalitas pendirian perusahaan;

b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;

c) legalitas pajak;

d) laporan keuangan; dan

e) legalitas status usaha;

2. Kemampuan/kapasitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 40 (empat puluh), meliputi :

a) kepemilikan alat; dan

b) status dan kualifikasi tenaga kerja;

3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal20 (dua puluh), meliputi pengalaman perusahaan dan pengalaman personil;

4. Sistem manajemen mutu, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi standar dan sertifikasi manajemen mutu.

5. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan hidup, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi :

a) Standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan

b) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;

6. Jaringan rantai suplai, dengan bobot. Nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup lokal, nasional dan internasional; dan

7. Kualitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima),meliputi kualitas jasa dan layanan puma jual.

C. Untuk kemampuan Usaha Industri Penunjang Migas didasarkan pada:

  1. Status usaha dan financial, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi:

a) legalitas pendirian perusahaan;

b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;

c) legalitas pajak,

d) laporan keuangan; dan

e) legalitas status usaha;

2. Kemampuan/kapasitas produksi, dengan bobot nilai maksimal 30 (tiga puluh), meliputi:

a) fasilitas produksi dan pendukung;

b) kepemilikan alat produksi;

c) kepemilikan alat uji; dan

d) status dan kualifikasi tenaga kerja;

3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal 15 (limabelas);

4. Spesifikasi/standar mutu produk, dengan bobot nilai maksimal 15 (lima belas), meliputi standar dan sertifikasi produk;

5. Penerapan sistem manajemen, dengan bobot nilai maksimal20 (dua puluh), meliputi :

a) standar dan sertifikasi manajemen mutu

b) standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan

c) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;

6. Jaringan pemasaran, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup pemasaran lokal, nasional dan internasional; dan.

7. Jaringan purna jual, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi jaminan kualitas produk dan layanan purna jual.

Pada Pasal 20 BAB VI di Peraturan Menteri ini diatur tentang Ketentuan Peralihan. Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:

  1. SKUP Migas yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu SKUP Migas.
  2. Surat Keterangan Terdaftar (SKT) MIGAS yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku.
  3. Permohonan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) MIGAS yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tidak diproses penyelesaiannya.
  4. Permohonan SKUP Migas yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses penyelesaiannya berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri tersebut, maka sangat penting untuk perusahaan yang berkaitan dengan izin usaha ini untuk memperbaharui perizinan usahanya menyesuaikan Peraturan ini.

Sebelum Urus Izin IPAK, Ini Syarat Yang Wajib Anda Ketahui

Apr 6, 2018 by LEGALITAS

Referensi Peraturan :

  1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Tanggal 23 Agustus 2010
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan
  3. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Nomor Hk.02.03/I/770/2014 Tentang Pedoman Pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan, Tanggal 18 Agustus 2014

Defenisi Umum

Seperti tertuang dalam ketentuan Umum Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Pasal 1 angka 1,2,3 disebutkan Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan.

Cabang Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disebut Cabang PAK adalah unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

Selain alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut.

Penyaluran Alat Kesehatan

Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PAK, Cabang PAK, dan toko alat kesehatan. Dan pada ayat 2 selain penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), alat kesehatan tertentu dalam jumlah terbatas dapat disalurkan oleh apotek dan pedagang eceran obat.

Berdasarkan kemampuan dari sarana distribusi alat kesehatan, Izin Penyalur Alat Kesehatan dikelompokan menjadi 5 (lima) macam yaitu :

  1. Alat Kesehatan Elektromedik Radiasi
  2. Alat Kesehatan Elektromedik Non Radiasi
  3. Alat Kesehatan Non Elektromedik Steril
  4. Alat Kesehatan Non Elektromedik Non Steril
  5. Produk Diagnostik Invitro

Perizinan

  • Setiap PAK dapat mendirikan cabang PAK di seluruh wilayah Republik Indonesia.
  • Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri pemilik izin edar yang akan menyalurkan alat kesehatan produksi sendiri harus memiliki Izin PAK.
  • Pedagang besar farmasi yang akan melakukan usaha sebagai PAK harus memiliki izin PAK.
  • Setiap perusahaan Penyalur Alat Kesehatan (PAK), Cabang PAK, dan toko alat kesehatan wajib memiliki izin.
  • Izin PAK sebagaimana dimaksud diatas diberikan oleh Direktur Jenderal
  • Izin Cabang PAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh kepala Dinas kesehatan provinsi.

Persyaratan dan Tata Cara Mengajukan Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
  3. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;
  4. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya;
  5. Memenuhi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB)

Untuk dapat diberikan izin PAK, pemohon harus mengikuti tata cara sebagai berikut :

  1. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
  2. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
  3. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan sarana dan prasana.
  4. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal

Masa Berlaku Izin PAK

Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan :

  1. Melaksanakan ketentuan CDAKB;
  2. Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha.
  3. Direktur Jenderal melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB

Jika kesulitan atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan sendiri permohonan IPAK perusahaan anda, silahkan hubungi kami.

Wajib Tahu, Syarat Terbaru Persetujuan Import Besi dan Baja Paduan Sesuai Permendag 22 Tahun 2018

Apr 6, 2018 by LEGALITAS

Belum lama ini Kementerian Perdagangan Republik Indonesia kembali melakukan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No. 82 Tahun 2016 yang mengatur tentang syarat dan ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan produk turunannya.

Adapun Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 82 Tahun 2016 ini sebelumnya telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama adalah Permendag No. 63/M-DAG/PER/8/2017 dan perubahan kedua adalah Permendag No. 71/M-DAG/PER/9 /2017.

Adapun Pasal-Pasal yang dilakukan perubahan pada Permendag No. 22 Tahun 2018 perubahan ketiga ini adalah sebagai berikut :

  1. Pada ketentuan Pasal 1 tentang Defenisi Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Untuk memperoleh Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen:

  1. API-U atau API-P;
  2. Kontrak penjualan atau bukti pemesanan, bagi perusahaan pemilik API-U yang mengimpor Besi atau Baja dan/atau Baja Paduan; dan
  3. Mill certificate, untuk impor Baja Paduan.

(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.

3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) berlaku selama:

  1. 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan, bagi perusahaan pemilik API-P; dan
  2. 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan, bagi perusahaan pemilik API-U.

4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Importir Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya wajib melaporkan setiap perubahan yang terkait dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dan mengajukan permohonan perubahan Persetujuan Impor.

(2) Untuk memperoleh perubahan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), importir Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen:

  1. dokumen yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. Persetujuan Impor.

(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan perubahan Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

5. Ketentuan ayat (2) dalam Pasal 9 diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Perusahaan pemilik API-P dilarang untuk memperdagangkan dan/atau memindahtangankan Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang diimpor kepada pihak lain.

(2) Perusahaan pemilik API-U hanya dapat memperdagangkan dan! atau memindahtangankan Besi atau Baja, dan Baja Paduan yang diimpornya kepada perusahaan sesuai dengan kontrak penjualan atau bukti pemesanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b.

6. Ketentuan Pasal 12A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12A

(1) Pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean.

(2) Persyaratan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

  1. Persetujuan Impor; dan
  2. Laporan Surveyor.

(3) Importir hams membuat pernyataan secara mandiri (self declaration) yang menyatakan telah memenuhi persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya sebelum barang impor tersebut digunakan, diperdagangkan, dan/atau dipindahtangankan.

(4) Importir harus menyampaikan pemyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id dengan mencantumkan nomor Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

(5) Importir wajib menyimpan dokumen persyaratan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) paling sedikit 5 (lima) tahun untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

7. Ketentuan Pasal 12B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12B

(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala dan/ atau sewaktuwaktu.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. Persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya; dan
  2. Dokumen pendukung impor lain.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. kebenaran laporan realisasi impor;
  2. kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan dan

Produk Turunannya yang diimpor dengan data yang tercantum dalam Persetujuan Impor; dan kepatuhan atas peraturan perundangundangan yang terkait di bidang impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya.

8. Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17A

Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan Persetujuan Impor tidak dapat mengajukan permohonan Persetujuan Impor kembali selama 2 (dua) tahun dan dimasukkan ke dalam daftar importir dalam pengawasan.

10. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

(1) Perusahaan yang melalcukan impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang diimpor tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini wajib ditarik kembali dani peredaran dan dimusnahkan oleh importir.

(3) Biaya atas pelaksanaan penarikan kembali dani peredaran dan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh importir

10. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. Persyaratan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya; dan
  2. Dokumen pendukung Impor lain.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. Kebenaran laporan realisasi Impor;
  2. Kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan, dan

Produk Turunannya yang diimpor dengan data yang tercantum dalam Persetujuan Impor; dan

  1. Kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang terkait di bidang impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.

11. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

Ketentuan Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tidak berlaku terhadap impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya:

  1. Yang termasuk dalam Pos Tarif/HS: 7213.91.90 dengan kandungan karbon (C) lebih dan 0,6%; 7213.99.90 dengan kandungan karbon (C) lebih dan 0,6%;
  2. 7219.32.00;
  3. 7219.33.00;
  4. 7219.34.00;
  5. 7219.35.00;
  6. 7219.90.00;
  7. 7220.20.10;
  8. 7220.20.90;
  9. 7220.90.10;
  10. 7220.90.90;
  11. 7225.11.00;
  12. 7225.19.00;
  13. 7225.50.90 berupa Tin Mill Black Plate;
  14. 7226.11.10;
  15. 7226.11.90;
  16. 7226.19.10; dan
  17. 7226.19.90.

Yang dilakukan oleh:

Perusahaan pemilik API-P di bidang industri otomotif dan komponennya, industri elektronika dan komponennya, industri galangan kapal dan komponennya, industri mould and dies, industri pesawat terbang dan komponennya, dan/atau industri alat besar dan komponennya;

Perusahaan pemilik API-P yang telah mendapatkan penetapan sebagai Importir

Jalur Prioritas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan;

  1. Perusahaan pemilik API-P sebagai induk pengguna (user) yang memiliki Surat Keterangan Verifikasi Industri (SKVI) melalui fasilitas User Specific Duty Free Scheme (USDFS) atau fasilitas skema lainnya yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perjanjian internasional (bilateral/regional/multilateral) yang melibatkan Pemerintah Republik Indonesia yang memuat ketentuan mengenai impor Besi atau Baja dan Baja Paduan;
  2. Perusahaan yang mendapat fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); dan perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi (Kontraktor KKS Migas), perusahaan Kontrak Karya
  1. Pertambangan, perusahaan pelaksana pembangunan dan pengembangan industri pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan perusahaan pelaksana pembangunan dalam rangka pelayanan kepentingan umum kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

12. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

Pengecualian dani ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Menteri.

13. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27

Dalam hal diperlukan, petunjuk teknis pelaksanaan dan Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal dan/ atau Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2018