Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Tanggal 23 Agustus 2010
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan
Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Nomor Hk.02.03/I/770/2014 Tentang Pedoman Pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan, Tanggal 18 Agustus 2014
Defenisi Umum
Seperti tertuang dalam ketentuan Umum Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Pasal 1 angka 1,2,3 disebutkan Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan.
Cabang Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disebut Cabang PAK adalah unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut.
Penyaluran Alat Kesehatan
Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PAK, Cabang PAK, dan toko alat kesehatan. Dan pada ayat 2 selain penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), alat kesehatan tertentu dalam jumlah terbatas dapat disalurkan oleh apotek dan pedagang eceran obat.
Berdasarkan kemampuan dari sarana distribusi alat kesehatan, Izin Penyalur Alat Kesehatan dikelompokan menjadi 5 (lima) macam yaitu :
Setiap PAK dapat mendirikan cabang PAK di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri pemilik izin edar yang akan menyalurkan alat kesehatan produksi sendiri harus memiliki Izin PAK.
Pedagang besar farmasi yang akan melakukan usaha sebagai PAK harus memiliki izin PAK.
Setiap perusahaan Penyalur Alat Kesehatan (PAK), Cabang PAK, dan toko alat kesehatan wajib memiliki izin.
Izin PAK sebagaimana dimaksud diatas diberikan oleh Direktur Jenderal
Izin Cabang PAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh kepala Dinas kesehatan provinsi.
Persyaratan dan Tata Cara Mengajukan Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;
Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya;
Memenuhi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB)
Untuk dapat diberikan izin PAK, pemohon harus mengikuti tata cara sebagai berikut :
Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan sarana dan prasana.
Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal
Masa Berlaku Izin PAK
Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan :
Melaksanakan ketentuan CDAKB;
Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha.
Direktur Jenderal melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB
Jika kesulitan atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan sendiri permohonan IPAK perusahaan anda, silahkan hubungi kami, team legal kami siap membantu. (TIM)
Legalitas.co.id |Belum lama ini Kementerian Perdagangan Republik Indonesia kembali melakukan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No. 82 Tahun 2016 yang mengatur tentang syarat dan ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan produk turunannya.
Adapun Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 82 Tahun 2016 ini sebelumnya telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama adalah Permendag No. 63/M-DAG/PER/8/2017 dan perubahan kedua adalah Permendag No. 71/M-DAG/PER/9 /2017.
Adapun Pasal-Pasal yang dilakukan perubahan pada Permendag No. 22 Tahun 2018 perubahan ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pada ketentuan Pasal 1 tentang Defenisi
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh Persetujuan Impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), perusahaan
harus mengajukan permohonan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan
dokumen:
API-U atau API-P;
kontrak penjualan atau bukti pemesanan, bagi
perusahaan pemilik API-U yang mengimpor Besi
atau Baja dan/atau Baja Paduan; dan
mill certificate, untuk impor Baja Paduan.
(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan
Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap dan
benar.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak lengkap dan benar, Direktur
Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan
permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima.
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) berlaku selama:
1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan,
bagi perusahaan pemilik API-P; dan
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan,
Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 7
(1) Importir Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya wajib melaporkan setiap perubahan
yang terkait dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dan
mengajukan permohonan perubahan Persetujuan
Impor.
(2) Untuk memperoleh perubahan Persetujuan Impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), importir Besi
atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya
harus mengajukan permohonan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan
dokumen:
dokumen yang mengalami perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
Persetujuan Impor.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan perubahan
Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja
terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap
dan benar.
Ketentuan ayat (2) dalam Pasal 9 diubah sehingga Pasal 9
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Perusahaan pemilik API-P dilarang untuk
memperdagangkan dan/atau memindahtangankan
Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya yang diimpor kepada pihak lain.
(2) Perusahaan pemilik API-U hanya dapat
memperdagangkan dan! atau memindahtangankan
Besi atau Baja, dan Baja Paduan yang diimpornya
kepada perusahaan sesuai dengan kontrak
penjualan atau bukti pemesanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b.
Ketentuan Pasal 12A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 12A
(1) Pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan impor
Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya dilakukan setelah melalui Kawasan
Pabean.
(2) Persyaratan impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
Persetujuan Impor; dan
Laporan Surveyor.
(3) Importir hams membuat pernyataan secara
mandiri (self declaration) yang menyatakan telah
memenuhi persyaratan impor Besi atau Baja, Baja
Paduan dan Produk Turunannya sebelum barang
impor tersebut digunakan, diperdagangkan,
dan/atau dipindahtangankan.
(4) Importir hams menyampaikan pemyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara
elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id
dengan mencantumkan nomor Pemberitahuan Impor
Barang (PIB).
(5) Importir wajib menyimpan dokumen persyaratan
impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) paling sedikit 5
(lima) tahun untuk keperluan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ketentuan Pasal 12B diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 12B
(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan
pengawasan secara berkala dan/ atau sewaktuwaktu.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan
dan Produk Turunannya; dan
dokumen pendukung impor lain.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
kebenaran laporan realisasi impor;
kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan dan
Produk Turunannya yang diimpor dengan
data yang tercantum dalam Persetujuan Impor;
dan
kepatuhan atas peraturan perundangundangan yang terkait di bidang impor Besi
atau Baja, Baja Paduan dan Produk
Turunannya.
Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17A
Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan
Persetujuan Impor tidak dapat mengajukan permohonan
Persetujuan Impor kembali selama 2 (dua) tahun
dan dimasukkan ke dalam daftar importir dalam
pengawasan.
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
(1) Perusahaan yang melalcukan impor Besi atau Baja,
Baja Paduan, dan Produk Turunannya tidak sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya yang diimpor tidak sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini wajib ditarik
kembali dani peredaran dan dimusnahkan oleh
importir.
(3) Biaya atas pelaksanaan penarikan kembali dani
peredaran dan pemusnahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditanggung oleh importir.
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen clan
Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan
pengawasan secara berkala dan/atau sewaktuwalctu.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
persyaratan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan,
dan Produk Turunannya; dan
dokumen pendukung Impor lain.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
kebenaran laporan realisasi Impor;
kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan, dan
Produk Turunannya yang diimpor dengan
data yang tercantum dalam Persetujuan Impor;
dan
kepatuhan atas peraturan perundang-undangan
yang terkait di bidang impor Besi atau Baja, Baja
Paduan, dan Produk Turunannya.
Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 23
Ketentuan Verifikasi atau penelusuran teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tidak
berlaku terhadap impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan
Produk Turunannya:
yang termasuk dalam Pos Tarif/HS:
7213.91.90 dengan kandungan karbon (C) lebih
dani 0,6%;
7213.99.90 dengan kandungan karbon (C) lebih
dani 0,6%;
7219.32.00;
7219.33.00;
7219.34.00;
7219.35.00;
7219.90.00;
7220.20.10;
7220.20.90;
7220.90.10;
7220.90.90;
7225.11.00;
7225.19.00;
7225.50.90 berupa Tin Mill Black Plate;
7226.11.10;
7226.11.90;
7226.19.10; dan
7226.19.90.
yang dilakukan oleh:
perusahaan pemilik API-P di bidang industri
otomotif dan komponennya, industri elektronika
dan komponennya, industri galangan
kapal dan komponennya, industri mould and
dies, industri pesawat terbang dan
komponennya, dan/atau industri alat besar dan
komponennya;
perusahaan pemilik API-P yang telah
mendapatkan penetapan sebagai Importir
Jalur Prioritas oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Kementerian Keuangan;
perusahaan pemilik API-P sebagai industri
pengguna (user) yang memiliki Surat
Keterangan Verifikasi Industri (SKVI) melalui
fasilitas User Specific Duty Free Scheme (USDFS)
atau fasilitas skema lainnya yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan
perjanjian internasional (bilateral/regional/
multilateral) yang melibatkan Pemerintah
Republik Indonesia yang memuat ketentuan
mengenai impor Besi atau Baja dan Baja
Paduan;4. perusahaan yang mendapat fasilitas Bea Masuk
Ditanggung Pemerintah (BMDTP); dan
perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Minyak dan Gas Bumi (Kontraktor
KKS Migas), perusahaan Kontrak Karya
Pertambangan, perusahaan pelaksana
pembangunan dan pengembangan industri
pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan
umum, dan perusahaan pelaksana
pembangunan dalam rangka pelayanan
kepentingan umum kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi.
Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
Pengecualian dani ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
Dalam hal diperlukan, petunjuk teknis pelaksanaan dani
Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal dan/ atau Direktur Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari
2018
Untuk mendapatkan informasi lebih jelas terkait dengan peraturan tersebut silahkan mendownload Peraturan di Link yang sudah tersedia pada konten ini. (TIM)
Untuk informasi mengenai prosedur dan biaya pendirian PT, pendirian CV, serta konsultasi perizinan usaha di indonesia hubungi Legalitas.co.id di Telp: 0813. 8101.5841 atau email: admin@legalitas.co.id
Follow twitter kami @legalit4s dapatkan konsultasi gratis dan tips seputar bisnis dan perizinan usaha
Legalitas.co.id | Belum lama ini Kementerian Perhubungan RI telah menerbitkan regulasi baru yang mengatur tentang izin usaha jasa pengurusan transportasi (JPT). Dengan diterbitkannya Peraturan baru ini, maka setiap perusahaan jasa pengurusan transportasi diwajibkan melakukan penyesuaian/pembaharuan izin usaha SIUJPT nya mengikuti peraturan ini.
Bahwa dalam mendorong kemudahan iklim investasi yang memberikan kemudahan kepada pelaku usaha di bidang Jasa Pengurusan Transportasi, perlu dilakukan penataan kembali kegiatan penyelenggaraan dan pengusahaan jasa pengurusan tranportasi Pemerintah perlu menetapkan Peraturan Menteri perhubungan tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi. Itulah pertimbambangan yang tertuang Peraturan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2017 (Permenhub 49 Tahun 2017) huruf a dan b tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi.
Berdasarkan peraturan ini, setiap perusahaan yang sudah menjalankan usahanya sebelum peraturan ini terbit namun sudah memiliki izin usaha, pemerintah memberikan masa waktu dalam satu tahun untuk melakukan penyesuaian izin usahanya. Dalam bab XII pada pasal 25 di ketentuan peralihan disebutkan “Bagi perusahaan jasa pengurusan transportasi yang telah menjalankan kegiatan usahanya, wajib menyesuaikan perizinannya sesuai dengan peraturan menteri ini dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya peraturan menteri ini”.
Dalam peraturan ini tidak secara jelas menyebutkan sanksi apa yang diberikan kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi yang tidak melakukan penyesuaian Izin usahanya. Tapi sebagaimana informasi yang diterima oleh Legalitas dari beberapa klien yang mengatakan bahwa sesuai pengalaman mereka dalam operasional di lapangan SIUJPT dengan terbitan lama sudah tidak dapat lagi dipergunakan.
Dengan terbitnya peraturan baru ini, maka Permenhub sebelumnya dinyatakan tidak berlaku dan dicabut. Beberapa peraturan menteri yang mengatur tentang SIUJPT yaitu : Permenhub No. 74 Tahun 2015, Permenhub No. 78 Tahun 2015 perubahan, Permenhub No. 146 Tahun 2015 perubahan kedua, Permehub No. 12 Tahun 2016 perubahan ketiga, Permenhub 130 Tahun 2016 perubahan ke empat.
Di Permenhub 49 Tahun 2017 ada sejumlah persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang ditetapkan untuk mendapatkan izin usaha JPT yaitu :
Syarat SIUJPT bagi Perusahaan Lokal/PMDN :
Memiliki Akta perusahaan dari Notaris yang disahkan Kementerian Hukum dan Ham dengan tujuan kegiatan usaha adalah khusus menjalankan usaha bidang jasa pengurusan transportasi
Memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan
Memiliki Penanggung Jawab
Memiliki modal dasar paling sedikit Rp. 1.200.000.000,- (satu miliard dua ratus juta rupiah) dan disetor paling sedikit 25% dari total modal dasar dengan bukti setor yang sah
Memiliki kantor tetap/gedung atau sewa dengan masa sewa paling sedikit 2 tahun
Memiliki tenaga ahli Warga negara indonesia berijasah minimum Diploma 3(D3) di bidang pelayaran atau maritim atau Penerbangan atau transportasi atau IATA Diploma atau FIATA Diploma, Sarjana S1 Logistik atau Sertifikat kompetensi profesi di bidang Forwarder atau manajemen supply chain, atau sertifikat ahli kepabeanan, atau kepelabuhanan (alternatif atau kumulatif).
dan persyaratn teknis lainnya adalah sbb :
Memiliki atau menguasai kendaraan roda 4 (empat) yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau bukti sewa yang sah.
Memiliki sistem peralatan perangkat lunak dan perangkat keras serta sistem informasi dan sistem komunikasi yang terintegrasi dengan sistem informasi transportasi darat, udara, laut, dan perkeretaapian sesuai dengan perkembangan teknologi.
Syarat Izin SIUJPT Bagi Perusahaan PMA atau Joint Venture (Usaha Patungan)
Memiliki Akta perusahaan dari Notaris yang disahkan Kementerian Hukum dan Ham dengan tujuan kegiatan usaha adalah khusus menjalankan usaha bidang jasa pengurusan transportasi
Memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan
Memiliki Penanggung Jawab
Memiliki modal dasar paling sedikit U$$ 4.000.000,- (Empat Juta US Dollar) dan disetor paling sedikit 25% dari total modal dasar dengan bukti setor yang sah dan diaudit oleh kantor akuntan publik.
Memiliki kantor tetap/gedung atau sewa dengan masa sewa paling sedikit 2 tahun
Memiliki tenaga ahli Warga negara indonesia berijasah minimum Diploma 3(D3) di bidang pelayaran atau maritim atau Penerbangan atau transportasi atau IATA Diploma atau FIATA Diploma, Sarjana S1 Logistik atau Sertifikat kompetensi profesi di bidang Forwarder atau manajemen supply chain, atau sertifikat ahli kepabeanan, atau kepelabuhanan (alternatif atau kumulatif).
dan persyaratn teknis lainnya adalah sbb :
Memiliki atau menguasai kendaraan roda 4 (empat) yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau bukti sewa yang sah.
Memiliki sistem peralatan perangkat lunak dan perangkat keras serta sistem informasi dan sistem komunikasi yang terintegrasi dengan sistem informasi transportasi darat, udara, laut, dan perkeretaapian sesuai dengan perkembangan teknologi.
Memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dari Kementerian Tenaga Kerja RI
Memiliki KTP (WNI) atau KITAS (WNA)
Sedangkan syarat untuk pembukaan KANTOR CABANG SIUJPT adalah sbb :
Salinan SIUJPT kantor Pusat
Rekomendasi kebutuhan pembukaan kantor cabang dari penyelenggara pelabuhan dan/atau Penyelenggara Bandar Udara atau Otoritas Transportasi lainnya.
Salinan Surat Domisili kantor cabang yang sudah dilegalisir
Surat Keputusan (SK) pengangkatan kantor cabang yang di tanda tangani oleh penanggung jawab perusahaan
Copy Identitas KTP/KITAS Kepala Kantor Cabang
Foto Kantor Cabang
Adapun instansi yang diberikan kewenangan untuk menerbitkan izin usaha Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) ini adalah Gubernur di provinsi masing-masing untuk PT dengan SAHAM Lokal (WNI) sedangkan BKPM untuk perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan saham gabungan joint venture lokal dan asing.
Gubernur di provinsi masing-masing disesuaikan dengan kedudukan atau domisili perusahaan, dan BKPM untuk semua perusahaan di wilayah republik indonesia.
Jika perusahaan anda membutuhkan jasa legal perijinan untuk sekedar berkonsultasi maupun membantu mengerjakan pengurusan dokumen perusahaan anda, silahkan menghubungi tim legalitas.co.id (TIM)
Legalitas.co.id, Jakarta | Sehubungan dengan telah diterbitkannya Permendag 44/M-Dag/Per/6/2017 tanggal 22 Juni 2017 Tentang Pelaksanaan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) Dalam Rangka Pemberian Perizinan
Tertentu di Kementerian Perdagangan, maka setiap perusahaan yang ingin mendapatkan pelayanan perizinan dari Kementerian Perdagangan dihimbau untuk terlebih dahulu menyelesaikan kewajibannya dan kepatuhan laporan SPT 2 tahun terakhir sebelum melakukan permohonan perizinan.
Dalam pasal 2 ayat 2 pada peraturan tersebut disebutkan bahwa keterangan status wajib pajak yang valid digunakan menjadi salahsatu persyaratan pemberian izin tertentu di Kementerian Perdagangan.
Izin tertentu yang dimaksud turut terlampir dalam peraturan ini seperti Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Bidang Perdagangan Luar Negeri, Bidang Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga, Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, Izin Usaha. Dan untuk melihat lampiran secara lengkap, silahkan download link peraturan diatas. (TIM)
Jakarta, Legalitas.co.id | Sejak pergantian pucuk pemerintahan, efesiensi dan kemudahan mendapat pelayanan publik kini tampak semakin nyata. Layanan perijinan dengan sistem online yang digadang-gadang oleh pemerintahan Jokowi pelan-pelan wujudnya semakin terlihat dan mulai terealisasi.
Salahsatunya adalah sistem pelayanan online Indonesia National Single Window atau yang disingkat dengan INSW yang baru efeketif berjalan dalam hitungan minggu. Walau saat peluncuran sistem layanan baru ini sedikit mengalami kendala Server koneksi hampir 7 hari kerja, akan tetapi saat ini sistem ini sudah mulai berjalan dan dapat diakses untuk mendapatkan layanan perijinan secara online.
Dari pantauan team Legalitas.co.id Selasa (22/03/2017), jenis perizinan yang sudah mulai dapat dilayani adalah permohonan untuk mendapatkan Nomor Identitas Kepabenan (NIK). Team Legalitas.co.id mencoba menggunakan sistem ini dan hasilnya cukup efektif dan mudah digunakan.
Semoga saja, dengan adanya gebrakan dari pemerintahan yang baru yang serius membenahi sistem layanan publik ini, dapat memudahkan masyarakat mendapatkan layanan yang maksimal, khusus bagi kalangan pengusaha, hal ini menjadi kabar baik yang sudah lama ditunggu-tunggu. (Tim Legalitas)