Kontak :

0813-1551-3353

E-mail :

admin@legalitas.co.id

Category: Blog

Wajib Tahu, Syarat Terbaru Persetujuan Import Besi dan Baja Paduan Sesuai Permendag 22 Tahun 2018

Belum lama ini Kementerian Perdagangan Republik Indonesia kembali melakukan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No. 82 Tahun 2016 yang mengatur tentang syarat dan ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan produk turunannya.

Adapun Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 82 Tahun 2016 ini sebelumnya telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama adalah Permendag No. 63/M-DAG/PER/8/2017 dan perubahan kedua adalah Permendag No. 71/M-DAG/PER/9 /2017.

Adapun Pasal-Pasal yang dilakukan perubahan pada Permendag No. 22 Tahun 2018 perubahan ketiga ini adalah sebagai berikut :

  1. Pada ketentuan Pasal 1 tentang Defenisi Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Untuk memperoleh Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen:

  1. API-U atau API-P;
  2. Kontrak penjualan atau bukti pemesanan, bagi perusahaan pemilik API-U yang mengimpor Besi atau Baja dan/atau Baja Paduan; dan
  3. Mill certificate, untuk impor Baja Paduan.

(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.

3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) berlaku selama:

  1. 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan, bagi perusahaan pemilik API-P; dan
  2. 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan, bagi perusahaan pemilik API-U.

4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Importir Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya wajib melaporkan setiap perubahan yang terkait dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dan mengajukan permohonan perubahan Persetujuan Impor.

(2) Untuk memperoleh perubahan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), importir Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen:

  1. dokumen yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. Persetujuan Impor.

(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan perubahan Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

5. Ketentuan ayat (2) dalam Pasal 9 diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Perusahaan pemilik API-P dilarang untuk memperdagangkan dan/atau memindahtangankan Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang diimpor kepada pihak lain.

(2) Perusahaan pemilik API-U hanya dapat memperdagangkan dan! atau memindahtangankan Besi atau Baja, dan Baja Paduan yang diimpornya kepada perusahaan sesuai dengan kontrak penjualan atau bukti pemesanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b.

6. Ketentuan Pasal 12A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12A

(1) Pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean.

(2) Persyaratan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

  1. Persetujuan Impor; dan
  2. Laporan Surveyor.

(3) Importir hams membuat pernyataan secara mandiri (self declaration) yang menyatakan telah memenuhi persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya sebelum barang impor tersebut digunakan, diperdagangkan, dan/atau dipindahtangankan.

(4) Importir harus menyampaikan pemyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id dengan mencantumkan nomor Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

(5) Importir wajib menyimpan dokumen persyaratan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) paling sedikit 5 (lima) tahun untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

7. Ketentuan Pasal 12B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12B

(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala dan/ atau sewaktuwaktu.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. Persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya; dan
  2. Dokumen pendukung impor lain.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. kebenaran laporan realisasi impor;
  2. kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan dan

Produk Turunannya yang diimpor dengan data yang tercantum dalam Persetujuan Impor; dan kepatuhan atas peraturan perundangundangan yang terkait di bidang impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya.

8. Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17A

Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan Persetujuan Impor tidak dapat mengajukan permohonan Persetujuan Impor kembali selama 2 (dua) tahun dan dimasukkan ke dalam daftar importir dalam pengawasan.

10. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

(1) Perusahaan yang melalcukan impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang diimpor tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini wajib ditarik kembali dani peredaran dan dimusnahkan oleh importir.

(3) Biaya atas pelaksanaan penarikan kembali dani peredaran dan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh importir

10. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. Persyaratan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya; dan
  2. Dokumen pendukung Impor lain.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

  1. Kebenaran laporan realisasi Impor;
  2. Kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan, dan

Produk Turunannya yang diimpor dengan data yang tercantum dalam Persetujuan Impor; dan

  1. Kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang terkait di bidang impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.

11. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

Ketentuan Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tidak berlaku terhadap impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya:

  1. Yang termasuk dalam Pos Tarif/HS: 7213.91.90 dengan kandungan karbon (C) lebih dan 0,6%; 7213.99.90 dengan kandungan karbon (C) lebih dan 0,6%;
  2. 7219.32.00;
  3. 7219.33.00;
  4. 7219.34.00;
  5. 7219.35.00;
  6. 7219.90.00;
  7. 7220.20.10;
  8. 7220.20.90;
  9. 7220.90.10;
  10. 7220.90.90;
  11. 7225.11.00;
  12. 7225.19.00;
  13. 7225.50.90 berupa Tin Mill Black Plate;
  14. 7226.11.10;
  15. 7226.11.90;
  16. 7226.19.10; dan
  17. 7226.19.90.

Yang dilakukan oleh:

Perusahaan pemilik API-P di bidang industri otomotif dan komponennya, industri elektronika dan komponennya, industri galangan kapal dan komponennya, industri mould and dies, industri pesawat terbang dan komponennya, dan/atau industri alat besar dan komponennya;

Perusahaan pemilik API-P yang telah mendapatkan penetapan sebagai Importir

Jalur Prioritas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan;

  1. Perusahaan pemilik API-P sebagai induk pengguna (user) yang memiliki Surat Keterangan Verifikasi Industri (SKVI) melalui fasilitas User Specific Duty Free Scheme (USDFS) atau fasilitas skema lainnya yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perjanjian internasional (bilateral/regional/multilateral) yang melibatkan Pemerintah Republik Indonesia yang memuat ketentuan mengenai impor Besi atau Baja dan Baja Paduan;
  2. Perusahaan yang mendapat fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); dan perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi (Kontraktor KKS Migas), perusahaan Kontrak Karya
  1. Pertambangan, perusahaan pelaksana pembangunan dan pengembangan industri pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan perusahaan pelaksana pembangunan dalam rangka pelayanan kepentingan umum kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

12. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

Pengecualian dani ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Menteri.

13. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27

Dalam hal diperlukan, petunjuk teknis pelaksanaan dan Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal dan/ atau Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2018

Sesuai Permenhub 49 Tahun 2017 Perusahaan Wajib Lakukan Penyesuaian Izin Usaha SIUJPT

Belum lama ini Kementerian Perhubungan RI telah menerbitkan regulasi baru yang mengatur tentang izin usaha jasa pengurusan transportasi (JPT). Dengan diterbitkannya peraturan baru ini, maka setiap perusahaan jasa pengurusan transportasi diwajibkan melakukan penyesuaian/pembaharuan izin usaha SIUJPT nya mengikuti peraturan ini.

Bahwa dalam mendorong kemudahan iklim investasi yang memberikan kemudahan kepada pelaku usaha di bidang Jasa Pengurusan Transportasi, perlu dilakukan penataankembali kegiatan penyelenggaraan dan pengusahaan jasa pengurusan tranportasi Pemerintah perlu menetapkan Peraturan Menteri perhubungan tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi. Itulah pertimbambangan yang tertuang Peraturan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2017 (Permenhub 49 Tahun 2017) huruf a dan b tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi.

Berdasarkan peraturan ini, setiap perusahaan yang sudah menjalankan usahanya sebelum peraturan ini terbit namun sudah memiliki izin usaha, pemerintah memberikan masa waktu dalam satu tahun untuk melakukan penyesuaian izin usahanya. Dalam bab XII pada pasal 25 di ketentuan peralihan disebutkan “Bagi perusahaan jasa pengurusan transportasi yang telah menjalankan kegiatan usahanya, wajib menyesuaikan perizinannya sesuai dengan peraturan menteri ini dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya peraturan menteri ini”.

Dalam peraturan ini tidak secara jelas menyebutkan sanksi apa yang diberikan kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi yang tidak melakukan penyesuaian Izin usahanya. Tapi sebagaimana informasi yang diterima oleh Legalitas dari beberapa klien yang mengatakan bahwa sesuai pengalaman mereka dalam operasional di lapangan SIUJPT dengan terbitan lama sudah tidak dapat lagi dipergunakan.

Dengan terbitnya peraturan baru ini, maka Permenhub sebelumnya dinyatakan tidak berlaku dan dicabut. Beberapa peraturan menteri yang mengatur tentang SIUJPT yaitu : Permenhub No. 74 Tahun 2015, Permenhub No. 78 Tahun 2015 perubahan, Permenhub No. 146 Tahun 2015 perubahan kedua, Permehub No. 12 Tahun 2016 perubahan ketiga, Permenhub 130 Tahun 2016 perubahan ke empat.

Di Permenhub 49 Tahun 2017 ada sejumlah persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang ditetapkan untuk mendapatkan izin usaha JPT yaitu :

Syarat SIUJPT bagi Perusahaan Lokal/PMDN :

  1. Memiliki Akta perusahaan dari Notaris yang disahkan Kementerian Hukum dan Ham dengan tujuan kegiatan usaha adalah khusus menjalankan usaha bidang jasa pengurusan transportasi
  2. Memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan
  3. Memiliki Penanggung Jawab
  4. Memiliki modal dasar paling sedikit Rp. 1.200.000.000,- (satu miliard dua ratus juta rupiah) dan disetor paling sedikit 25% dari total modal dasar dengan bukti setor yang sah
  5. Memiliki kantor tetap/gedung atau sewa dengan masa sewa paling sedikit 2 tahun
  6. Memiliki tenaga ahli Warga negara indonesia berijasah minimum Diploma 3(D3) di bidang pelayaran atau maritim atau Penerbangan atau transportasi atau IATA Diploma atau FIATA Diploma, Sarjana S1 Logistik atau Sertifikat kompetensi profesi di bidang Forwarder atau manajemen supply chain, atau sertifikat ahli kepabeanan, atau kepelabuhanan (alternatif atau kumulatif).

dan persyaratn teknis lainnya adalah sbb :

  1. Memiliki atau menguasai kendaraan roda 4 (empat) yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau bukti sewa yang sah.
  2. Memiliki sistem peralatan perangkat lunak dan perangkat keras serta sistem informasi dan sistem komunikasi yang terintegrasi dengan sistem informasi transportasi darat, udara, laut, dan perkeretaapian sesuai dengan perkembangan teknologi.

Syarat Izin SIUJPT Bagi Perusahaan PMA atau Joint Venture (Usaha Patungan)

  1. Memiliki Akta perusahaan dari Notaris yang disahkan Kementerian Hukum dan Ham dengan tujuan kegiatan usaha adalah khusus menjalankan usaha bidang jasa pengurusan transportasi
  2. Memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan
  3. Memiliki Penanggung Jawab
  4. Memiliki modal dasar paling sedikit U$$ 4.000.000,- (Empat Juta US Dollar) dan disetor paling sedikit 25% dari total modal dasar dengan bukti setor yang sah dan diaudit oleh kantor akuntan publik.
  5. Memiliki kantor tetap/gedung atau sewa dengan masa sewa paling sedikit 2 tahun
  6. Memiliki tenaga ahli Warga negara indonesia berijasah minimum Diploma 3(D3) di bidang pelayaran atau maritim atau Penerbangan atau transportasi atau IATA Diploma atau FIATA Diploma, Sarjana S1 Logistik atau Sertifikat kompetensi profesi di bidang Forwarder atau manajemen supply chain, atau sertifikat ahli kepabeanan, atau kepelabuhanan (alternatif atau kumulatif).

dan persyaratn teknis lainnya adalah sbb :

  1. Memiliki atau menguasai kendaraan roda 4 (empat) yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau bukti sewa yang sah.
  2. Memiliki sistem peralatan perangkat lunak dan perangkat keras serta sistem informasi dan sistem komunikasi yang terintegrasi dengan sistem informasi transportasi darat, udara, laut, dan perkeretaapian sesuai dengan perkembangan teknologi.
  3. Memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dari Kementerian Tenaga Kerja RI
  4. Memiliki KTP (WNI) atau KITAS (WNA)

Sedangkan syarat untuk pembukaan KANTOR CABANG SIUJPT adalah sbb :

  1. Salinan SIUJPT kantor Pusat
  2. Rekomendasi kebutuhan pembukaan kantor cabang dari penyelenggara pelabuhan dan/atau Penyelenggara Bandar Udara atau Otoritas Transportasi lainnya.
  3. Salinan Surat Domisili kantor cabang yang sudah dilegalisir
  4. Surat Keputusan (SK) pengangkatan kantor cabang yang di tanda tangani oleh penanggung jawab perusahaan
  5. Copy Identitas KTP/KITAS Kepala Kantor Cabang
  6. Foto Kantor Cabang

Adapun instansi yang diberikan kewenangan untuk menerbitkan izin usaha Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) ini adalah Gubernur di provinsi masing-masing untuk PT dengan SAHAM Lokal (WNI) sedangkan BKPM untuk perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan saham gabungan joint venture lokal dan asing.

Gubernur di provinsi masing-masing disesuaikan dengan kedudukan atau domisili perusahaan, dan BKPM untuk semua perusahaan di wilayah republik indonesia.

Jika perusahaan anda membutuhkan jasa legal perijinan untuk sekedar berkonsultasi maupun membantu mengerjakan pengurusan dokumen perusahaan anda, silahkan menghubungi kami.

Permendag 44 Tahun 2017 Wajibkan Laporan SPT 2 Tahun Terakhir

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Permendag 44/M-Dag/Per/6/2017 tanggal 22 Juni 2017 Tentang Pelaksanaan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) Dalam Rangka Pemberian Perizinan
Tertentu di Kementerian Perdagangan, maka setiap perusahaan yang ingin mendapatkan pelayanan perizinan dari Kementerian Perdagangan dihimbau untuk terlebih dahulu menyelesaikan kewajibannya dan kepatuhan laporan SPT 2 tahun terakhir sebelum melakukan permohonan perizinan.

Dalam pasal 2 ayat 2 pada peraturan tersebut disebutkan bahwa keterangan status wajib pajak yang valid digunakan menjadi salahsatu persyaratan pemberian izin tertentu di Kementerian Perdagangan.

Izin tertentu yang dimaksud turut terlampir dalam peraturan ini seperti Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Bidang Perdagangan Luar Negeri, Bidang Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga, Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, Izin Usaha. Dan untuk melihat lampiran secara lengkap, silahkan download link peraturan diatas.

Portal INSW, Perizinan Online Terintegrasi

Sejak pergantian pucuk pemerintahan, efesiensi dan kemudahan mendapat pelayanan publik kini tampak semakin nyata. Layanan perijinan dengan sistem online yang digadang-gadang oleh pemerintahan Jokowi pelan-pelan wujudnya semakin terlihat dan mulai terealisasi.

Salah satunya adalah sistem pelayanan online Indonesia National Single Window atau yang disingkat dengan INSW yang baru efeketif berjalan dalam hitungan minggu. Walau saat peluncuran sistem layanan baru ini sedikit mengalami kendala Server koneksi hampir 7 hari kerja, akan tetapi saat ini sistem ini sudah mulai berjalan dan dapat diakses untuk mendapatkan layanan perijinan secara online.

Dari pantauan team Legalitas.co.id Selasa (22/03/2017), jenis perizinan yang sudah mulai dapat dilayani adalah permohonan untuk mendapatkan Nomor Idntitas Kepabenan (NIK). Team Legalitas.co.id mencoba menggunakan sistem ini dan hasilnya cukup efektif dan mudah digunakan.

Semoga saja, dengan adanya gebrakan dari pemerintahan yang baru yang serius membenahi sistem layanan publik ini, dapat memudahkan masyarakat mendapatkan layanan yang maksimal, khusus bagi kalangan pengusaha, hal ini menjadi kabar baik yang sudah lama ditunggu-tunggu. (Tim)

Dasar Hukum Ekspor dan Proses Ekspor Barang Bea Cukai

Ekspor adalah kegitan mengeluarkan barang keluar daerah pabean sesuai dengan UU Kepabeanan.

Dasar Hukum :

  • Undang-undang No.17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 jo. P-06/BC/2009 jo. P-30/BC/2009 jo. P-27/BC/2010 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-41/BC/2008 tentang Pemberitahuan Pabean Ekspor

Pengertian Ekspor :

  • Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  • Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah pabean.
  • Eksportir adalah orang yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  • Pemberitahuan pabean ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban kepabeanan dibidang ekspor dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik. Bentuk dan isi pemberitahuan pabean ekspor ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  • Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota yang diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer Pelayanan atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang akan diekspor ke Kawasan Pabean dan/atau pemuatannya ke sarana pengangkut.
  • Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
  • Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Prosedur Kepabeanan Ekspor

Eksportir wajib memberitahukan barang yang akan diekspor ke kantor pabean pemuatan dengan menggunakan PEB disertai Dokumen Pelengkap Pabean.

PEB disampaikan paling cepat 7 hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum barang ekspor masuk Kawasan Pabean

Dokumen Pelengkap Pabean :

  • Invoice dan Packing List
  • Bukti Bayar PNBP
  • Bukti Bayar Bea Keluar (dalam hal barang ekspor dikenai Bea Keluar)
  • Dokumen dari intansi teknis terkait (dalam hal barang ekspor terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan)

Penyampaian PEB dapat dilakukan oleh eksportir atau dikuasakan kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

Pada Kantor Pabean yang sudah menerapkan sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan, eksportir/PPJK wajib menyampaikan PEB dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan

Sanksi

Mengekspor tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean dipidana penjara paling singkat 1 tahun paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah paling banyak lima miliar rupiah.

Menyampaikan pemberitahuan pabean yang tidak benar, palsu atau dipalsukan dipidana penjara paling singkat 2 tahun paling lama 8 tahun dan pidana denda paling sedikit seratus juta rupiah paling banyak lima miliar rupiah.

Tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan pembatalan ekspornya dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar lima juta rupiah.

Salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar dan paling banyak1.000% dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang dibayar.

Pengecekan dokumen meliputi :

  • Ada atau tidak blokir eksportir/PPJK
  • Dokumen pelengkap pabean

Kesesuaian PEB dengan dokumen pelengkap, bukti bayar PNBP, bukti bayar Bea Keluar (dalam hal terkena Bea Keluar).

Jika lengkap dan sesuai dilanjutkan pengecekan pemenuhan persyaratan (lartas).

Jika tidak lengkap dan tidak sesuai diterbitkan Nota Pemberiathuan Penolakan (NPP).

Penelitian dokumen selesai dilanjutkan dengan pengecekan pemenuhan persyaratan larangan dan/atau pembatasan (lartas) :

  • Jika sudah dipenuhi diterbitkan NPE
  • Jika belum dipenuhi diterbitkan Nota Pemberitahuan Persyaratan Dokumen (NPPD)

Penelitian dokumen dan ketentuan lartas selesai dilanjutkan dengan pengecekan perlu/tidak dilakukan pemeriksaan fisik :

Jika tidak dilakukan pemeriksaan fisik diterbitkan NPE.

Jika dilakukan pemeriksaan fisik diterbitkan Pemberitahuan Pemeriksaan Barang (PPB)

Pemeriksaan fisik barang ekspor:

  • Jika sesuai diterbitkan NPE
  • Jika tidak sesuai, barang disegel dan diteliti lebih lanjut oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor (PPDE)

*NB:

Untuk kegiatan No.3 yaitu pengecekan pemenuhan persyaratan larangan dan/atau pembatasan (lartas) pada Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem INSW (Indonesia National Single Window) Ekspor, pengecekan pemenuhan persyaratan lartas dilakukan melalui portal INSW pada saat PEB akan disampaikan ke Kantor Pabean.