Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2018 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak Dan Gas Bumi, Tanggal 21 Februari 2018.
Legalitas.co.di | Pada tanggal 21 Februari 2018, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi untuk menggantikan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Bahwa untuk menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan mendorong berkembangnya potensi dan peranan nasional pada kegiatan usaha penunjang dalam kegiatan usaha minyak d m gas bumi, perlu mengatur kembali kegiatan usaha penunjang minyak dan gas bumi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Surnber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi,
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu rnenetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi.
Memutuskan, dan menetapkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2018 Tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak Dan Gas Bumi, Tanggal 21 Februari 2018.
Dan pada Ketentuan Penutup Pasa 21 juga disebutkan Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dengan adanya peraturan ini, efektif per 1 Maret 2018 Dirjen Migas tidak lagi menerbitkan Izin dalam bentuk SKT Migas dan mengganti menjadi Izin Surat Kemampuan Usaha Penunjang (SKUP) Migas yang sistem pengajuan permohonanya dengan cara Manual (offline).
Masih dalam peraturan ini disebutkan, yang dapat menjadi Pelaksana Kegiatan Usaha Penunjang Migas adalah Badan Usaha Perusahaan atau Perseorangan. Perusahaan yang dimaksud adalah Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Perusahaan Modal Asing (PMA).
Perusahaan adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Swasta yang berbadan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang Usaha Penunjang Migas.
Sedangkan Perseorangan yang dimaksud adalah orang perseorangan, perseroan komanditer, dan Firma yang mempunyai keahlian tertentu untuk memberikan pelayanan Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas. Baca juga : Urus Izin Usaha SKUP Migas
Peraturan Menteri ini juga mengatur jenis-jenis Klasifikasi Kegiatan Usaha Penunjang Migas, berikut ini daftar klasifikasi (Pasal 5) yaitu :
Usaha Jasa Konstruksi Migas;
Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas; dan
Usaha Industri Penunjang Migas.
Pasal 6 (1) Usaha Jasa Konstruksi Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas:
Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi;
Usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
Usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi.
(2) Usaha Jasa Nonkonstruksi Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
Jasa Geologi dan Geofisika;
Jasa Pemboran;
Jasa Inspeksi Teknis dan Pengujian Teknis;
Jasa Pekerjaan Paska Operasi;
Jasa Penelitian dan Pengembangan;
Jasa Pengolahan Limbah;
Jasa Penyewaan Pengangkutan; dan
Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan.
(3) Usaha Industri Penunjang Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas :
Industri Material, dan
Industri Peralatan.
Pasal 7 (1) Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Perusahaan Enjiniring.
(2) Persyaratan Perusahaan Enjiniring meliputi:
Perusahaan dalarn negeri atau perusahaan nasional yang pengendalian manajemennya berada pada warga negara Indonesia.
Memiliki dan menerapkan sistem manajemen mutu , dan telah tersertifikasi oleh lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi;
Memiliki tenaga ahli yang berkualifikasi dan/atau berkompetensi; dan
Memiliki peralatan dan atau fasilitas berupa piranti lunak untuk pekerjaan penelaahan disain, analisis risiko atau penilaian perpanjangan umur layan.
Izin SKUP MIGAS
Pasal 9 ( 1 ) Untuk pembinaan dan peningkatan kemampuan Usaha Penunjang Migas, Direktur Jenderal menerbitkan SKUP Migas terhadap Perusahaan atau perseorangan.
Pasal 11 (2) SKUP Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat peringkat untuk setiap klasifikasi Usaha Penunjang Migas sebagai berikut:
A. Untuk kemampuan Usaha Jasa Konstruksi didasarkan pada:
1. Status usaha dan financial, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh) meliputi :
a) legalitas pendirian perusahaan;
b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;
c) legalitas pajak;
d) laporan keuangan; dan
e) legalitas status usaha;
2. Kemampuan/kapasitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 40 (empat puluh), meliputi :
a) kepemilikan alat dan/atau perangkat lunak;
b) status dan kualifikasi tenaga kerja; dan
c) spesifikasi/standar mutu produk dan/atau kemampuan manajemen proyek;
3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal 20 (dua puluh), meliputi pengalaman perusahaan dan pengalaman personil;
4. Sistem manajemen mutu, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi standar dan sertifikasi manajemen mutu;
5. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan hidup, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi:
a) standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan
b) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
6. Jaringan rantai suplai, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup lokal, nasional dan internasional; dan
7. Kualitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi kualitas jasa dan layanan purna jual.
B. Untuk kemampuan Usaha Jasa Nonkonstruksi didasarkan pada :
1.Status usaha dan financial,dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh) meliputi :
a) legalitas pendirian perusahaan;
b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;
c) legalitas pajak;
d) laporan keuangan; dan
e) legalitas status usaha;
2. Kemampuan/kapasitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 40 (empat puluh), meliputi :
a) kepemilikan alat; dan
b) status dan kualifikasi tenaga kerja;
3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal20 (dua puluh), meliputi pengalaman perusahaan dan pengalaman personil;
4. Sistem manajemen mutu, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi standar dan sertifikasi manajemen mutu.
5. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan hidup, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi :
a) Standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan
b) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
6. Jaringan rantai suplai, dengan bobot. Nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup lokal, nasional dan internasional; dan
7. Kualitas jasa, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima),meliputi kualitas jasa dan layanan puma jual.
C. Untuk kemampuan Usaha Industri Penunjang Migas didasarkan pada:
Status usaha dan financial, dengan bobot nilai maksimal 10 (sepuluh), meliputi:
a) legalitas pendirian perusahaan;
b) legalitas pengangkatan direksi dan komisaris;
c) legalitas pajak,
d) laporan keuangan; dan
e) legalitas status usaha;
2. Kemampuan/kapasitas produksi, dengan bobot nilai maksimal 30 (tiga puluh), meliputi:
a) fasilitas produksi dan pendukung;
b) kepemilikan alat produksi;
c) kepemilikan alat uji; dan
d) status dan kualifikasi tenaga kerja;
3. Pengalaman perusahaan, dengan bobot nilai maksimal 15 (limabelas);
4. Spesifikasi/standar mutu produk, dengan bobot nilai maksimal 15 (lima belas), meliputi standar dan sertifikasi produk;
5. Penerapan sistem manajemen, dengan bobot nilai maksimal20 (dua puluh), meliputi :
a) standar dan sertifikasi manajemen mutu
b) standar dan sertifikasi manajemen lingkungan; dan
c) standar dan sertifikasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
6. Jaringan pemasaran, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi lingkup pemasaran lokal, nasional dan internasional; dan.
7. Jaringan purna jual, dengan bobot nilai maksimal 5 (lima), meliputi jaminan kualitas produk dan layanan purna jual.
Pada Pasal 20 BAB VI di Peraturan Menteri ini diatur tentang Ketentuan Peralihan. Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
SKUP Migas yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu SKUP Migas.
Surat Keterangan Terdaftar (SKT) MIGAS yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku.
Permohonan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) MIGAS yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tidak diproses penyelesaiannya.
Permohonan SKUP Migas yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses penyelesaiannya berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri tersebut, maka sangat penting untuk perusahaan yang berkaitan dengan izin usaha ini untuk memperbaharui perizinan usahanya menyesuaikan Peraturan ini.
Kesulitan atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan sendiri pengurusan izin usaha anda, silahkan hubungi Tim Legal kami. (TIM)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Tanggal 23 Agustus 2010
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan
Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Nomor Hk.02.03/I/770/2014 Tentang Pedoman Pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan, Tanggal 18 Agustus 2014
Defenisi Umum
Seperti tertuang dalam ketentuan Umum Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Pasal 1 angka 1,2,3 disebutkan Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan.
Cabang Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disebut Cabang PAK adalah unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut.
Penyaluran Alat Kesehatan
Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PAK, Cabang PAK, dan toko alat kesehatan. Dan pada ayat 2 selain penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), alat kesehatan tertentu dalam jumlah terbatas dapat disalurkan oleh apotek dan pedagang eceran obat.
Berdasarkan kemampuan dari sarana distribusi alat kesehatan, Izin Penyalur Alat Kesehatan dikelompokan menjadi 5 (lima) macam yaitu :
Setiap PAK dapat mendirikan cabang PAK di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri pemilik izin edar yang akan menyalurkan alat kesehatan produksi sendiri harus memiliki Izin PAK.
Pedagang besar farmasi yang akan melakukan usaha sebagai PAK harus memiliki izin PAK.
Setiap perusahaan Penyalur Alat Kesehatan (PAK), Cabang PAK, dan toko alat kesehatan wajib memiliki izin.
Izin PAK sebagaimana dimaksud diatas diberikan oleh Direktur Jenderal
Izin Cabang PAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh kepala Dinas kesehatan provinsi.
Persyaratan dan Tata Cara Mengajukan Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;
Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya;
Memenuhi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB)
Untuk dapat diberikan izin PAK, pemohon harus mengikuti tata cara sebagai berikut :
Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan sarana dan prasana.
Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal
Masa Berlaku Izin PAK
Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan :
Melaksanakan ketentuan CDAKB;
Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha.
Direktur Jenderal melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB
Jika kesulitan atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan sendiri permohonan IPAK perusahaan anda, silahkan hubungi kami, team legal kami siap membantu. (TIM)
Legalitas.co.id |Belum lama ini Kementerian Perdagangan Republik Indonesia kembali melakukan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No. 82 Tahun 2016 yang mengatur tentang syarat dan ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan produk turunannya.
Adapun Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 82 Tahun 2016 ini sebelumnya telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama adalah Permendag No. 63/M-DAG/PER/8/2017 dan perubahan kedua adalah Permendag No. 71/M-DAG/PER/9 /2017.
Adapun Pasal-Pasal yang dilakukan perubahan pada Permendag No. 22 Tahun 2018 perubahan ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pada ketentuan Pasal 1 tentang Defenisi
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh Persetujuan Impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), perusahaan
harus mengajukan permohonan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan
dokumen:
API-U atau API-P;
kontrak penjualan atau bukti pemesanan, bagi
perusahaan pemilik API-U yang mengimpor Besi
atau Baja dan/atau Baja Paduan; dan
mill certificate, untuk impor Baja Paduan.
(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan
Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap dan
benar.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak lengkap dan benar, Direktur
Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan
permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima.
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) berlaku selama:
1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan,
bagi perusahaan pemilik API-P; dan
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan,
Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 7
(1) Importir Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya wajib melaporkan setiap perubahan
yang terkait dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dan
mengajukan permohonan perubahan Persetujuan
Impor.
(2) Untuk memperoleh perubahan Persetujuan Impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), importir Besi
atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya
harus mengajukan permohonan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan
dokumen:
dokumen yang mengalami perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
Persetujuan Impor.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan perubahan
Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja
terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap
dan benar.
Ketentuan ayat (2) dalam Pasal 9 diubah sehingga Pasal 9
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Perusahaan pemilik API-P dilarang untuk
memperdagangkan dan/atau memindahtangankan
Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya yang diimpor kepada pihak lain.
(2) Perusahaan pemilik API-U hanya dapat
memperdagangkan dan! atau memindahtangankan
Besi atau Baja, dan Baja Paduan yang diimpornya
kepada perusahaan sesuai dengan kontrak
penjualan atau bukti pemesanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b.
Ketentuan Pasal 12A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 12A
(1) Pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan impor
Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya dilakukan setelah melalui Kawasan
Pabean.
(2) Persyaratan impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
Persetujuan Impor; dan
Laporan Surveyor.
(3) Importir hams membuat pernyataan secara
mandiri (self declaration) yang menyatakan telah
memenuhi persyaratan impor Besi atau Baja, Baja
Paduan dan Produk Turunannya sebelum barang
impor tersebut digunakan, diperdagangkan,
dan/atau dipindahtangankan.
(4) Importir hams menyampaikan pemyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara
elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id
dengan mencantumkan nomor Pemberitahuan Impor
Barang (PIB).
(5) Importir wajib menyimpan dokumen persyaratan
impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) paling sedikit 5
(lima) tahun untuk keperluan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ketentuan Pasal 12B diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 12B
(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan
pengawasan secara berkala dan/ atau sewaktuwaktu.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
persyaratan impor Besi atau Baja, Baja Paduan
dan Produk Turunannya; dan
dokumen pendukung impor lain.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
kebenaran laporan realisasi impor;
kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan dan
Produk Turunannya yang diimpor dengan
data yang tercantum dalam Persetujuan Impor;
dan
kepatuhan atas peraturan perundangundangan yang terkait di bidang impor Besi
atau Baja, Baja Paduan dan Produk
Turunannya.
Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17A
Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan
Persetujuan Impor tidak dapat mengajukan permohonan
Persetujuan Impor kembali selama 2 (dua) tahun
dan dimasukkan ke dalam daftar importir dalam
pengawasan.
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
(1) Perusahaan yang melalcukan impor Besi atau Baja,
Baja Paduan, dan Produk Turunannya tidak sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk
Turunannya yang diimpor tidak sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini wajib ditarik
kembali dani peredaran dan dimusnahkan oleh
importir.
(3) Biaya atas pelaksanaan penarikan kembali dani
peredaran dan pemusnahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditanggung oleh importir.
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 20
(1) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen clan
Tertib Niaga melakukan pemeriksaan dan
pengawasan secara berkala dan/atau sewaktuwalctu.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
persyaratan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan,
dan Produk Turunannya; dan
dokumen pendukung Impor lain.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
kebenaran laporan realisasi Impor;
kesesuaian Besi atau Baja, Baja Paduan, dan
Produk Turunannya yang diimpor dengan
data yang tercantum dalam Persetujuan Impor;
dan
kepatuhan atas peraturan perundang-undangan
yang terkait di bidang impor Besi atau Baja, Baja
Paduan, dan Produk Turunannya.
Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 23
Ketentuan Verifikasi atau penelusuran teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tidak
berlaku terhadap impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan
Produk Turunannya:
yang termasuk dalam Pos Tarif/HS:
7213.91.90 dengan kandungan karbon (C) lebih
dani 0,6%;
7213.99.90 dengan kandungan karbon (C) lebih
dani 0,6%;
7219.32.00;
7219.33.00;
7219.34.00;
7219.35.00;
7219.90.00;
7220.20.10;
7220.20.90;
7220.90.10;
7220.90.90;
7225.11.00;
7225.19.00;
7225.50.90 berupa Tin Mill Black Plate;
7226.11.10;
7226.11.90;
7226.19.10; dan
7226.19.90.
yang dilakukan oleh:
perusahaan pemilik API-P di bidang industri
otomotif dan komponennya, industri elektronika
dan komponennya, industri galangan
kapal dan komponennya, industri mould and
dies, industri pesawat terbang dan
komponennya, dan/atau industri alat besar dan
komponennya;
perusahaan pemilik API-P yang telah
mendapatkan penetapan sebagai Importir
Jalur Prioritas oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Kementerian Keuangan;
perusahaan pemilik API-P sebagai industri
pengguna (user) yang memiliki Surat
Keterangan Verifikasi Industri (SKVI) melalui
fasilitas User Specific Duty Free Scheme (USDFS)
atau fasilitas skema lainnya yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan
perjanjian internasional (bilateral/regional/
multilateral) yang melibatkan Pemerintah
Republik Indonesia yang memuat ketentuan
mengenai impor Besi atau Baja dan Baja
Paduan;4. perusahaan yang mendapat fasilitas Bea Masuk
Ditanggung Pemerintah (BMDTP); dan
perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Minyak dan Gas Bumi (Kontraktor
KKS Migas), perusahaan Kontrak Karya
Pertambangan, perusahaan pelaksana
pembangunan dan pengembangan industri
pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan
umum, dan perusahaan pelaksana
pembangunan dalam rangka pelayanan
kepentingan umum kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi.
Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 24
Pengecualian dani ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 27
Dalam hal diperlukan, petunjuk teknis pelaksanaan dani
Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal dan/ atau Direktur Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari
2018
Untuk mendapatkan informasi lebih jelas terkait dengan peraturan tersebut silahkan mendownload Peraturan di Link yang sudah tersedia pada konten ini. (TIM)
Untuk informasi mengenai prosedur dan biaya pendirian PT, pendirian CV, serta konsultasi perizinan usaha di indonesia hubungi Legalitas.co.id di Telp: 0813. 8101.5841 atau email: admin@legalitas.co.id
Follow twitter kami @legalit4s dapatkan konsultasi gratis dan tips seputar bisnis dan perizinan usaha